0

SEBUAH JANJI

Dunia jalang lama mengambang
Dalam peluk nafsu dan nafas dosa
Panas mengganas dosa makin menindas!
Diatas buana yang tak pernah terserak rasa puas.

Hitam menggelap dalam kepul nafas dosa
Adakah terang yang akan menyinari bumi?
Waktu terus berlalu tanpa dipacu
Kembara berkejar dalam cinta dan cita
Menyatu dihati manusia,
Padu dalam abad penentu!,

Dimanakah cinta?
Dimanakah damai?
Dimanakah bahagia?
Ratap manusia terus meronta
Menanti harapan termeterai cinta !

Kisah telah terpeta dalam sejarah
Pada hari jadi penutup Perjanjian Lama
Disebuah gua, pada malam dingin, pada malam suci
Terang cahaya bermeterai cinta, bersinar kasih
Menghardik dosa yang lama meraja.

"GLORIA IN EXCELSIS DEO" nyanyi puji para Hapsari memecah malam.
Mengabar lestari cinta Tuhan.
Hari ini terpenuhi janji untukmu, umatKU manusia
Suatu hari yang terberkati
Tangan mungil bayi diceruk gua
Dalam dingin!
Dalam sunyi!
Dengan alun nafas cinta!
Dengan degup jantung cinta!
Disapanya dunia!
Karena CINTA, Dia mau menjilma
SELAMAT NATAL SAUDARA/SAUDARIKU....
SALAM DAMAI PENUH KASIH.

Puisi dari : Sr. Maria Monika SND
0

MADAH ADVEN

Pencipta bintang mulia
Cahaya kami semua
Kristus penebus Ilahi
Kabulkanlah doa kami

HatiMu sungguh berduka
Karena umat-Mu berdosa
Syukurlah Engkau berkenan
Melimpahkan pengampunan.

Pada kepenuhan masa
Engkau jadi manusia
Lahir dari bunda murni
Sahaja dan rendah hati

Dipuja dan dipujilah
Bapa dan Putera Allah
Bersama Roh mahamulya
Selalu senantiasa.
0

Natal : Kasih dan Mimpi Allah Untuk Merubah Dunia

Saat ini kita memasuki masa Advent, masa penantian sebagai persiapan untuk merenda suatu dunia baru bersama Allah yang bermimpi mengubah sejarah dan wajah dunia.

Nabi Yesaya dalam nubuatnya ("Sebab itu Tuhan sendiri yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda : sesungguhnya seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan ia akan menamakan Dia Imanuel." Yesaya 7:14), seperti yang selalu kita dengar saat masa Adven dirayakan, mengisahkan suatu rencana besar Allah bagi dunia dengan meniti suatu kisah yang tidak akan pernah terulang lagi yaitu Allah sendiri hadir di tengah umat manusia sama seperti kita dalam daging dan darah. Banyak orang bertanya mungkinkah Allah yang keal berubah dan menjadikan dirinya sesuatu yang lain. Saya yakin hanya kebesaran kasih Allah sendiri kepada umat manusia dan kepada dunia Allah rela dan membuat dirinya hadir dalam sejarah kita. Inilah sejarah besar kasih Allah; tak akan pernah terulang namun kasih akan selalu ada dan hadir sampai dunia mengalami kepenuhannya. Ingat apa yang Santo Yohanes katakan, "betapa besar cinta Allah kepada dunia sehingga Ia rela memberikan putra-Nya".

Berbicara tentang mimpi, saya yakin semau orang bermimpi. Michael Jackson seorang bintang dunia dalam lagunya Heal the world mengisahkan suatu mimpinya yang besar untuk dunia. Ia berkata bahwa kita harus berani menyembuhkan dan menjadikan dunia tempat yang indah bagi semua orang. Dan itu akan terjadi ketika kita berani merubah pedang dan alat perang kita menjadi mata bajak dan tombak-tombak menjadi pisau pemangkas. Apa yang Michael Jackson mimpinkan semua sudah tercurah dalam mimpi Yesaya sendiri (baca Yesaya 2: 1-5). Terus apa arti mimpi itu sendiri? Ada orang yang bermimpi saat menikmati istirahat panjang di malam hari. Dan ketika ia bangun alangkah kagetnya karena semua yang hadir dalam mimpi hanya kesia-siaan semata. Tetapi ada orang yang bermimpi dengan mata terbuka pada siang hari. Inilah adalah orang yang berbahaya karena ia akan berani dan mampu untuk membuat mimpinya menjadi kenyataan.

Imanuel adalah mimpi Allah yang mulai dan besar dan mimpi itu telah menjadi kenyataan. Sekarang haruskan kita juga berani bermimpi seperti Allah sendiri? Saya yakin kita semua merindukan dunia yang damai, kita semua merinukankeluarga yang penuh kasih, kita semua merindukan dunia kehidupan yang mampu memberikan arti dan makna yang dalam Mimpi in dah dan mulai kita sekecil apapun adalah bagian dari membuat mimpi Allah menjadi segar kembali. Meski mimpi ALlah telah menjadi nyata namun kepenuhannya harus terus kita perjuangkan dan bagi mereka yang mencoba merusaknya harus terus kita halau. Ini adalah mimpi panjang anak-anak Allah sendiri untuk zaman sekarang dan yang akan datang ketiak dunia bukan lagi Firdaus seperti digambarkan dalam Kitab Kejadian tapi penuh dengan segala tantangan dan ancaman.

Bermimpi untuk suatu dunia baru berarti jugak ita bernai memperjuangkan kepenatan, kelelahan, dan keputs asaan dari mereka yang sering menganggap bahwa tidak ada satupun yang baru dibawah muka bumi ini. Janji tentang kelahiran sering dianggap hal hal yang biasa saja. Dan tak jarang ada keluarga yang menolak kehadiran buah hati mereka karena beberapa faktor yang ada. Kita bisa bertanya apakah kelahiran sang Imanuel sesuatu yang biasa saja dan tetap membuat kita lelah dan tidak menjanjikan sesuatu yang baru? Saya percaya hanya mereka yang mampu memaknai dan mengambil arit yang terselubung akan menyambut bahwa kelahiran sang Imanuel adalah harapan baru bagi duniasetiap kali kita merayakan Natal. Juga kelahiran anak-anak Tuhan dalam keluarga-keluarga Kristiani adalah sebuah janji bahwa harapan akan sesuatu yang baru tetap ada.

Seperti nabi-nabi dan utusan-utusan Tuhan yang berani bermimpi bersama dengan Tuhan akan dunia yang lebih baik dan baru kita juga harus berani bermimpi tentang dunia baru dimana kita berada.
Kita tidak boleh lelah dengan tantangan kesulitan-kesulitan yang akan menghalangi mimpi kita untuk menjadi kenyataan. Selamat bermimpi tentang kasih Tuhan dan dunia baru yang penuh harapan.

Sumber : P. Antonpras Hestasusilo, CICM
0

Pohon Natal


Pada bulan Desember di mana-mana banyak orang menjual pohon Natal, baik dari cemara yang hidup, plastik maupun kertas. Menurut pengamatan para pakar, kebiasaan memasang pohon Natal sebagai dekorasi dimulai dari Jerman. Pemasangan pohon Natal yang umumnya dari pohon cemara, atau mengadaptasi bentuk pohon cemara itu dimulai pada abad ke-16.
Saat penduduk Jerman menyebar ke berbagai wilayah termasuk Amerika, mereka pun kerap memasang cemara yang tergolong pohon yang selalu menghijau (evergreen) untuk dekorasi Natal di dalam rumah. Dari catatan yang ada, orang Jerman di Pennsylvania Amerika Serikat memajang pohon Natal untuk pertama kalinya pada tahun 1830-an.

Pohon Natal bukanlah suatu keharusan di gereja maupun di rumah sebab ini hanya merupakan simbol agar kehidupan rohani kita selalu bertumbuh dan menjadi saksi yang indah bagi orang lain "evergreen". Pohon Natal (cemara) ini juga melambangkan "hidup kekal", sebab pada umumnya di musim salju hampir semua pohon rontok daunnya, kecuali pohon cemara selalu hijau daunnya.

Ada beberapa legenda/cerita yang beredar di kalangan orang Kristen sendiri mengenai asal mula pohon natal. Sebuah legenda menuturkan, ada seorang rohaniwan Inggris bernama Santo Bonifacius yang memimpin beberapa gereja di Jerman dan Perancis. Suatu hari dalam perjalanannya dia bertemu dengan sekelompok orang yang akan mempersembahkan seorang anak kepada Dewa Thor di sebuah pohon oak. Untuk menghentikan perbuatan jahat mereka, secara ajaib St. Boniface merobohkan pohon oak tersebut dengan pukulan tangannya. Setelah kejadian yang menakjubkan tersebut di tempat pohon oak yang roboh itu tumbuhlah sebuah pohon cemara.

Cerita lain mengisahkan kejadian saat Martin Luther, tokoh Reformasi Gereja, sedang berjalan-jalan di hutan pada suatu malam. Terksean denagn keindahan gemerlap jutaan bintang di angkasa yang sinarnya menembus cabang-cabang pohon cemara di hutan, Martin Luther menebang sebuah pohon cemara kecil dan membawanya pulang. Untuk menciptakan gemerlap bintang seperti yang dilihatnya di hutan, Martin Luther memasang lilin-lilin pada tiap cabang pohon cemara tersebut.

Terlepas dari kebenaran kisah-kisah di atas, hingga hari ini pemasangan Pohon Natal masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan umat Kristen. Bagi orang-orang yang tidak berkenan dengan pohon Natal, mengisahkan bahwa pada jaman dahulu bangsa Romawi menggunakan pohon cemara untuk perayaan Saturnalia. Pada hari itu mereka menghiasi pohon cemara dengan hiasan-hiasan kecil dan topeng-topeng kecil, karena pada tanggal 25 Desember ini adalah hari kelahiran dewa matahari, Mithras, yang asal mulanya dari Dewa Matahari Iran yang kemudian dipuja di Roma.

Demikian pula hari Minggu adalah hari untuk menyembah dewa matahari sesuai dari arti kata Zondag, Sunday atau Sonntag. Perlu diketahui juga bahwa dewa-dewa matahari lainnya, seperti Osiris, dewa matahari orang Mesir, dilahirkan pada tanggal 27 Desember. Demikian pula Dewa matahari Horus dan Apollo lahir pada tanggal 28 Desember.

Maka dari itu ada aliran-aliran gereja tertentu yang mengharamkan tradisi pohon Natal, sebab mereka mengganggap ini sebagai pemujaan dewa matahari. Pemasangan pohon itu dianggap sebagai bentuk penyembahan berhala. Reaksi penolakan itu bahkan awalnya sempat diwarnai keputusan pemerintah Jerman untuk mendenda siapa pun yang memasang pohon cemara sebagai pohon Natal.
Hal itu mulai berubah, saat gambar Ratu Victoria dari Inggris, Pangeran Albert dari Jerman, dan anak-anaknya dengan latar pohon cemara, diilustrasikan di London News. Karena sosok Victoria yang sangat populer, pemuatan gambar itu di media massa pun membuat pohon cemara menjadi pilihan lazim sebagai pohon natal.

Setelah masyarakat AS mengikuti jejak Inggris menggunakan pohon cemara pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, industri yang memanfaatkan Natal pun semakin berkembang, dan merambah ke berbagai negara. Termasuk industri berbagai hiasan pohon Natal seperti bola-bola yang digantung, pernak-pernik Santa Claus, tinsel (Semacam tali berumbai yang dililitkan ke pohon), dan lainnya.

Ekspresi sukacita yang dilambangkan dengan berbagai dekorasi itu berbeda-beda di setiap negara. Indonesia dan Filipina menjadi negara yang sangat terpengaruh tradisi Eropa. Umat Kristen juga membeli pohon buatan, yang penting berbentuk cemara.
Di Afrika Selatan keberadaan pohon Natal bukanlah sesuatu yang umum. Sementara masyarakat India, lebih memilih pohon mangga dan pohon pisang.
0

Menjadi Katolik, Sebuah Pilihan Hidup

"Orang-orang yang melakukan kehendak Allah akan mengalami hidup sejati dan kekal". (Mat 25:46)
Kita semua tentu pernah mendengar sebuah adagium yang klasik ini: hidup adalah sebuah pilihan. Sebagai manusia yang diberi akal budi dan kehendak bebas, hidup yang kita jalani mestinya memang menjadi sebuah pilihan.
Pertama, kita tentu harus mengetahui semua pilihan sebelum menentukan satu di antaranya yang akan diambil. Hidup yang dipilih sebaiknya adalah yang terbaik di antara sederet pilihan yang disodorkan kepada kita, sebab memilih berarti mempunyai peluang untuk menentukan yang diambil dan yang dipinggirkan, mengapa tidak mengambil yang terbaik kalau begitu?
Kedua, pilihan hidup itu sebaiknya diambil secara sadar dan bertanggungjawab, bukan karena terpaksa, bukan pula karena ikut-ikutan. JIka mampu memutuskan sesuatu secara sadar dan bertanggungjawab, kita akan dapat mengaktualisasikan diri seoptimal mungkin melalui pilihan tersebut.
Menjadi orang Katolik pun adalah sebuah pilihan, bahkan juga bagi mereka yang dibaptis semenjak bayi. Kita selalu bertemu pada pilihan-pilihan : menjadi Katolik macam apa? Cukupkah hanya dengan banyak-banyak berdoa atau mengikuti Misa setiap hari Minggu? Cukupkah hanya dengan hafal ayat-ayat Kitab Suci dan pandai berkhotbah di depan orang banyak? Kekatolikan bukan hanya kesalehan, namun juga suatu cara hidup! Cara hidup yang bagaimanakah?
Menjadi Katolik berarti melakukan kehendak Allah dan mewujudkan Kerajaan-Nya di muka bumi. Kehendak Allah adalah mengusahakan bumi bagi kesejahteraan semua orang. Mewujudkan Kerajaan-Nya berarti mengupayakan agar semua orang mendapatkan makanan, air, rumah, pakaian, kesehatan dan kebebasan dari belenggu-belenggu penindasan. Sudahkah kita menjadi umat Katolik yang baik, yang menjadikan bumi, lingkungan hidup kita, sebagai sumber kehidupan kita bersama?
0

Firman Allah Yang Menghidupkan

"Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah".(Mat 4:4)
Dunia ini dianugerahkan Allah bagi kesejahteraan seluruh manusia (bdk. Kej 9:1-3). Itulah panggilan bagi kita semua. Kita menyahuti panggilan Allah itu dengan menggarap tanah yang subur, mengolah kekayaan yang dikandung bumi serta mengembangkan potensi-potensi manusiawi kita. Kesemuanya itu adalah upaya untuk menyediakan 'Roti', agar kita dapat hidup.
Hingga kini, kita memang terus bergerak, sejalan dengan pergerakan dunia itu sendiri. Akan tetapi, sudahkah kita menjalani hidup yang sejati? Bukankah manusia hidup bukan dari roti saja, melainkan juga dari segala firman Allah? Lihatlah di luar sana! Hutan-hutan yang tadinya hijau kini meranggas merana, tak lagi damai melainkan diam-diam menjadi ancaman banjir dan longsornya tanah. Permukaan bumi yang indah kini penuh luka dan limbah akibat aktivitas pertambangan yang merusak. Lahan yang awalnya subur kini menjadi mandul karena cekokan pupuk kimiawi. Sampah bertumpuk di mana-mana, sebab kita agaknya hanya mampu mencipta namun tak berdaya untuk mempertanggungjawabkan dampak dari kehadiran ciptaan kita sendiri.
Tak hanya itu, semakin banyak saja orang-orang miskin yang kelaparan tergeletak di jalan-jalan. Jadi kalaupun ada 'roti', tak semua mendapat bagian dari 'roti' itu, hanya sejumlah orang saja yang mampu dikenyangkan sementara sisanya harus hidup miskin dan lapar. Ternyata, semua upaya kita untuk menyediakan 'roti' tak lagi sejalan dengan kehendak Allah: mewujudkan Kerajaan Allah di muka bumi, membawa kesejahteraan bagi manusia! Yang kita perbuat justru semakin jauh dari visi tentang kesejahteraan itu.
Setelah sampai di titik ini, maukah kita berbalik arah, dalam pertobatan yang sungguh-sungguh, menghadapkan wajah kembali kepada Allah?
0

Menuju Pintu Tobat

"Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat" (Luk 5:32)
Sambil berkarya dan bertindak, Yesus memperhatikan orang-orang yang aka dijadikan murid-murid-Nya. Lewi si pemungut cukai dipanggil-Nya meskipun punya latar belakang tidak baik di mata masyarakat. Ada cacat dan rapor merah. Namun, Yesus memilihnya juga sambil membelanya, "Aku datang bukan untuk memanggilnya orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat."
Jauh sebelumnya, Lewi sudah menimbang-nimbang seorang Yesus yang mulai terkenal lewat karya-karya belas kasih-Nya. Ada permenungan batin ketika ia bercermin pada hidup Yesus yang ia dengar itu. Sementara nilai-nilai hidup yang dianutnya amat berseberangan dengan-Nya. Lewi bergumul dengan nilai-nilai hidup yang berbeda itu. Dan panggilan Yesus padanya menjadi tanggapan segera bahwa ia mau memasuki dan tertambat pada nilai-nilai hidup itu.
Bertobat berarti meninggalkan nilai-nilai hidup yang tidak berkenan pada Allah. Lewi bertobat karena dia mulai menyadari betapa kacaunya nilai hidup yang dianutnya. Dia mulai mengarahkan batinnya untuk nilai-nilai hidup yang baru yang didapatnya dari pendengaran dan sapaan Tuhan Yesus sendiri.
Saya ingat kisah seorang dara yang jatuh ke dalam dunia narkotika. Segala obat pernah dicobanya.
Kehidupannya berantakan karena terus menerus menyalahkan keluarganya yang tidak harmonis. Dia kabur dan tak kunjung pulang. Hidupnya di sepanjang jalan. Sampai suatu saat dia tersadar. Dia terjaga dari tidur dan di samping kiri dan kanan sudah terlelap juga orang gembel. Dia duduk, menekuk dengkulnya dan menyentuh dagunya. Kedua kaki itu dipegangnya erat, dia mulai menangis dan sseakan-akan ada suara bergema dalam batinnya. "Untuk apa kau habiskan hidupmu seperti ini, lihatlah dua gembel yang ada di samping kiri dan kananmu. Masalah sisa hidupmu akan dihabiskan seperti mereka." Sejak saat itu, hidupnya berubah meskipun dia terus berjuang melawan tubuhnya yang menagih-nagih untuk dimasuki obat-obatan. Dan hidupnya mulai dihabiskan untuk membantu dan menyelamatkan orang-orang muda yang terlanjur jatuh pada narkotika sepertinya dulu.
Sikap bertobat mesti ditanggapi dengan segera, tidak ada kompromi lagi. Arahkan hati pada nilai-nilai injil yang ditawari oleh Yesus. Satu pertanyaan mendasar: Untuk apa dan siapakah sisa hidupku ini. Mumpung masih ada waktu sebelum kita semua ditelan bumi, adalah baik jika kita menjawab dan menanggapi tawaran Yesus itu.
0

Intensi Puasa

"Akan datang waktunya, ketika mempelai pria akan diambil dari mereka, dan pada ketika itu mereka akan berpuasa" (Mat 9:15)
Apakah berpuasa itu berarti sekadar tidak makan dan tidak minum? APakah berpuasa itu berarti sekadar menahan lapar dan dahaga? Rasanya tidak. Puasa bukan sekadar ritus tahunan tetapi berpuasa adalah salah satu sarana. Jauh di lubuk hati terdalam puasa adalah sarana untuk merasakan dan kembali kepada citra manusia. Itu sebabnya, Yesus menjawab pertanyaan para murid Yohanes, "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa."
Jadi, kalau ada orang yang melakukan tanpa puasa demi menjaga kelangsingan tubuh, rasanya puasa seperti itu tidak menyentuh yang paling dalam.
Kalau ada orang yang melakukan berpuasa karena memang belum tersedianya makanan dan minuman, rasanya itu pun bukan maksud berpuasa sesungguhnya.
Puasa membutuhkan intensi, keterarahan batin. Misalnya, sekarang ini hari Jumat. Dalam Katekismus Gereja Katolik ditulis adalah baik jika umat beriman berpuasa tiap hari Jumat untuk menghormati wafat Tuhan. Menghormati wafat Tuhan itulah intensi puasa, seorang ibu berpuasa untuk pertobatan anak laki-lakinya yang amat nakal, seorang suster tidak makan gula karena ia merasa mau bersolider dengan orang-orang yang tidak makan gula di daerahnya yang terpencil.
Masih banyak intensi puasa yang bisa kita lakukan. Yesus mengajarkan berpuasa ketika orang merasa Tuhan amat jauh, tak terjangkau, sehingga seakan kehadiran-Nya diambil dari hidupnya. Bukankah ada saat-saat di mana kita merasa sendiri dan hampa sehingga kita menjadi serba tak menentu?
Maka, di saat itulah kita berpuasa, memohon agar Tuhan tak berpaling dari pandangan kita terlalu lama. Kita berpuasa pada saat kapan pun, khususnya lagi ketika kita merasa kering rohani, hidup terasa berjalan tertatih-tatih, tidak ada sukacita dan nampak sia-sia belaka.
Bagaimanakah dengan puasa dan pantang pada masa prapaskah ini? Intensinya adalah mempersiapkan batin akan kebangkitan Tuhan yang kita rayakan. Yang lain lagi adalah agar hati ini punya kepeduliaan akan lingkungan hidup di sekitar kita.
Andai cara intensi puasa ini seperti di atas, saya yakin dunia yang kita ditinggali ini akan lebih indah, lebih baik dan lebih adil. Semoga!
0

Yesus Yang Menuntut

"Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya" (Luk 9:24)
Masa puasa adalah masa pertarungan hidup rohani.
Semakin serius mendaaminya, semakin terasa tantangannya. Saat-saat itu adalah saat-saat gempuran setan dan dosa yang terus menerus menghantam batin.
Itu sebabnya, memulai masa puasa ini kita mesti memiliki hati yang besar, siap bertarung dengan senjata Sabda Tuhan. Bila tidak, siap-siaplah untuk terpuruk dan menyerah kalah dalam hidup.
Hari ini pertarungan rohani dimulai ketika Yesus bersabda, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku."
Mengapa? Karena Yesus tahu bahwa ada kecenderungan batin kita untuk mencari nikmat sesaat, jalan pintas dan lari dari kenyataan hidup.
Kita mendapatkan gambaran yang baru tentang Yesus. Yesus yang kita kenal bukan lagi Yesus yang lemah lembut, Yesus yang murah hati, Yesus yang pengampun, Yesus yang memahami dan berempati pada kesusahan orang dll. Namun, sekarang kita melihat Yesus yang
menuntut. Ada tuntutan dan tanggung jawab ketika seseorang mau mengikuti Yesus.
Amat berbeda dengan situasi kini. Hidup rohani tak dipedulikan. Jadinya, lahirlah generasi lembek dan ringkih. Mereka sudah terbiasa hidup dengan enak, mudah dan nyaman. Maka, sedikit saja ada kesulitan mereka lari dan bahkan beberapa remaja mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri karena tidak tahan dengan rasa malu, entah alasan ekonomi, entah keadaan rumah yang tidak nyaman. Dengan kata lain, banyak kaum remaja kita tidak tahan dengan tuntutan hidup sebagai mahkluk rohani. Mungkin pula mereka meneladani para orang-orang tua yang sering mencari jalan pintas hidup. Padahal jalan itu adalah jalan kebinasaan.
Itu sebabnya, Yesus menawarkan jalan keselamatan, yaitu jalan salib. Jalan yang tidak enak dan tidak menyenangkan karena orang harus bersusah dan berlelah dalam hidup. Namun, apabila kita menghargai setiap tetes keringat yang keluar atau apabila kita memberi makna setiap usaha, rasa-rasanya kita tak mudah kehilangan arah kehidupan, tak terburu-buru memilih jalan pintas ( baca: korpusi, mencontek, suap, membabat hutan). Sebagai akhir renungan saya teringat akan syair lagu kanak-kanak. Bunyinya demikian :
Di dalam dunia ada dua jalan,
Lebar dan sempit mana kau pilih
Yang lebar api, jiwamu mati,
Tapi yang sempit, Tuhan berkati.