0

Menjadi Katolik, Sebuah Pilihan Hidup

"Orang-orang yang melakukan kehendak Allah akan mengalami hidup sejati dan kekal". (Mat 25:46)
Kita semua tentu pernah mendengar sebuah adagium yang klasik ini: hidup adalah sebuah pilihan. Sebagai manusia yang diberi akal budi dan kehendak bebas, hidup yang kita jalani mestinya memang menjadi sebuah pilihan.
Pertama, kita tentu harus mengetahui semua pilihan sebelum menentukan satu di antaranya yang akan diambil. Hidup yang dipilih sebaiknya adalah yang terbaik di antara sederet pilihan yang disodorkan kepada kita, sebab memilih berarti mempunyai peluang untuk menentukan yang diambil dan yang dipinggirkan, mengapa tidak mengambil yang terbaik kalau begitu?
Kedua, pilihan hidup itu sebaiknya diambil secara sadar dan bertanggungjawab, bukan karena terpaksa, bukan pula karena ikut-ikutan. JIka mampu memutuskan sesuatu secara sadar dan bertanggungjawab, kita akan dapat mengaktualisasikan diri seoptimal mungkin melalui pilihan tersebut.
Menjadi orang Katolik pun adalah sebuah pilihan, bahkan juga bagi mereka yang dibaptis semenjak bayi. Kita selalu bertemu pada pilihan-pilihan : menjadi Katolik macam apa? Cukupkah hanya dengan banyak-banyak berdoa atau mengikuti Misa setiap hari Minggu? Cukupkah hanya dengan hafal ayat-ayat Kitab Suci dan pandai berkhotbah di depan orang banyak? Kekatolikan bukan hanya kesalehan, namun juga suatu cara hidup! Cara hidup yang bagaimanakah?
Menjadi Katolik berarti melakukan kehendak Allah dan mewujudkan Kerajaan-Nya di muka bumi. Kehendak Allah adalah mengusahakan bumi bagi kesejahteraan semua orang. Mewujudkan Kerajaan-Nya berarti mengupayakan agar semua orang mendapatkan makanan, air, rumah, pakaian, kesehatan dan kebebasan dari belenggu-belenggu penindasan. Sudahkah kita menjadi umat Katolik yang baik, yang menjadikan bumi, lingkungan hidup kita, sebagai sumber kehidupan kita bersama?
0

Firman Allah Yang Menghidupkan

"Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah".(Mat 4:4)
Dunia ini dianugerahkan Allah bagi kesejahteraan seluruh manusia (bdk. Kej 9:1-3). Itulah panggilan bagi kita semua. Kita menyahuti panggilan Allah itu dengan menggarap tanah yang subur, mengolah kekayaan yang dikandung bumi serta mengembangkan potensi-potensi manusiawi kita. Kesemuanya itu adalah upaya untuk menyediakan 'Roti', agar kita dapat hidup.
Hingga kini, kita memang terus bergerak, sejalan dengan pergerakan dunia itu sendiri. Akan tetapi, sudahkah kita menjalani hidup yang sejati? Bukankah manusia hidup bukan dari roti saja, melainkan juga dari segala firman Allah? Lihatlah di luar sana! Hutan-hutan yang tadinya hijau kini meranggas merana, tak lagi damai melainkan diam-diam menjadi ancaman banjir dan longsornya tanah. Permukaan bumi yang indah kini penuh luka dan limbah akibat aktivitas pertambangan yang merusak. Lahan yang awalnya subur kini menjadi mandul karena cekokan pupuk kimiawi. Sampah bertumpuk di mana-mana, sebab kita agaknya hanya mampu mencipta namun tak berdaya untuk mempertanggungjawabkan dampak dari kehadiran ciptaan kita sendiri.
Tak hanya itu, semakin banyak saja orang-orang miskin yang kelaparan tergeletak di jalan-jalan. Jadi kalaupun ada 'roti', tak semua mendapat bagian dari 'roti' itu, hanya sejumlah orang saja yang mampu dikenyangkan sementara sisanya harus hidup miskin dan lapar. Ternyata, semua upaya kita untuk menyediakan 'roti' tak lagi sejalan dengan kehendak Allah: mewujudkan Kerajaan Allah di muka bumi, membawa kesejahteraan bagi manusia! Yang kita perbuat justru semakin jauh dari visi tentang kesejahteraan itu.
Setelah sampai di titik ini, maukah kita berbalik arah, dalam pertobatan yang sungguh-sungguh, menghadapkan wajah kembali kepada Allah?
0

Menuju Pintu Tobat

"Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat" (Luk 5:32)
Sambil berkarya dan bertindak, Yesus memperhatikan orang-orang yang aka dijadikan murid-murid-Nya. Lewi si pemungut cukai dipanggil-Nya meskipun punya latar belakang tidak baik di mata masyarakat. Ada cacat dan rapor merah. Namun, Yesus memilihnya juga sambil membelanya, "Aku datang bukan untuk memanggilnya orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat."
Jauh sebelumnya, Lewi sudah menimbang-nimbang seorang Yesus yang mulai terkenal lewat karya-karya belas kasih-Nya. Ada permenungan batin ketika ia bercermin pada hidup Yesus yang ia dengar itu. Sementara nilai-nilai hidup yang dianutnya amat berseberangan dengan-Nya. Lewi bergumul dengan nilai-nilai hidup yang berbeda itu. Dan panggilan Yesus padanya menjadi tanggapan segera bahwa ia mau memasuki dan tertambat pada nilai-nilai hidup itu.
Bertobat berarti meninggalkan nilai-nilai hidup yang tidak berkenan pada Allah. Lewi bertobat karena dia mulai menyadari betapa kacaunya nilai hidup yang dianutnya. Dia mulai mengarahkan batinnya untuk nilai-nilai hidup yang baru yang didapatnya dari pendengaran dan sapaan Tuhan Yesus sendiri.
Saya ingat kisah seorang dara yang jatuh ke dalam dunia narkotika. Segala obat pernah dicobanya.
Kehidupannya berantakan karena terus menerus menyalahkan keluarganya yang tidak harmonis. Dia kabur dan tak kunjung pulang. Hidupnya di sepanjang jalan. Sampai suatu saat dia tersadar. Dia terjaga dari tidur dan di samping kiri dan kanan sudah terlelap juga orang gembel. Dia duduk, menekuk dengkulnya dan menyentuh dagunya. Kedua kaki itu dipegangnya erat, dia mulai menangis dan sseakan-akan ada suara bergema dalam batinnya. "Untuk apa kau habiskan hidupmu seperti ini, lihatlah dua gembel yang ada di samping kiri dan kananmu. Masalah sisa hidupmu akan dihabiskan seperti mereka." Sejak saat itu, hidupnya berubah meskipun dia terus berjuang melawan tubuhnya yang menagih-nagih untuk dimasuki obat-obatan. Dan hidupnya mulai dihabiskan untuk membantu dan menyelamatkan orang-orang muda yang terlanjur jatuh pada narkotika sepertinya dulu.
Sikap bertobat mesti ditanggapi dengan segera, tidak ada kompromi lagi. Arahkan hati pada nilai-nilai injil yang ditawari oleh Yesus. Satu pertanyaan mendasar: Untuk apa dan siapakah sisa hidupku ini. Mumpung masih ada waktu sebelum kita semua ditelan bumi, adalah baik jika kita menjawab dan menanggapi tawaran Yesus itu.